Selasa, 01 Februari 2011

Film Kantata Takwa


 
    Kantata Takwa merupakan film dokumenter musikal Indonesia yang dirilis pada tahun 2008 arahan sutradara Eros Djarot dan Gotot Prakosa yang dibuat berdasarkan konser akbar proyek seni Kantata Takwa di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, tahun 1991. Film ini mengalami banyak kesulitan dalam pembuatannya karena sarat dengan tema sosial politik dan kritikannya yang sangat tajam pada sistem pemerintahan Orde Baru Indonesia yang represif saat itu, sehingga pembuatannya memakan waktu 18 tahun hingga dirilis. Film ini diputar secara premier di Indonesia mulai tanggal 26 September 2008 di Jakarta di jaringan bioskop Indonesia Blitzmegaplex dan kemudian dalam berbagai festival film internasional.
    Pembuatan film ini dimulai dari Agustus 1990, dan baru dirilis September 2008 akibat mengalami banyak kesulitan. Film ini dibuat berdasarkan konser akbar proyek musik Kantata Takwa di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta pada era Orde Baru tahun 1991, didukung oleh seniman kondang Indonesia W.S. Rendra dan musisi-musisi kawakan dari grup musik "Kantata", yaitu Iwan Fals, Sawung Jabo, Jockie Surjoprajogo, dan Setiawan Djodi. Konser "Kantata Takwa" yang ditampilkan dalam film ini adalah yang diadakan pada bulan April 1991, yang kemudian dilarang tampil setelah penampilan selanjutnya di Surabaya. Konser ini adalah simbol perlawanan dan oposisi terhadap pemerintah penguasa saat itu, disuarakan dengan lantang dalam konser tersebut melalui syair dan lagu yang sarat dengan nuansa teatrikal.
    Saat awal proses pembuatannya, film ini didukung oleh banyak sineas Indonesia, dimana banyak yang diantaranya tergabung dalam Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Banyak yang diantaranya telah meninggal sebelum film ini diselesaikan dan dirilis. Film yang pada awalnya di-shoot dengan kamera 35mm ini tidak dapat dirilis pada era pemerintahan Orde Baru. Setelah diselesaikan dan dirilis tahun 2008, perbedaan dengan versi awalnya hanya dalam format digital mediumnya saja. Rol filmnya harus disimpan selama kurang lebih 18 tahun akibat berbagai kesulitan dalam pembuatannya, termasuk karena Krisis finansial Asia 1997 yang merambat ke gonjang ganjingnya politik di Indonesia dan jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998. Setelah datangnya era reformasi di Indonesia, film ini akhirnya dapat dilepaskan dari belenggu represif, walaupun para kritikus film Indonesia sangat menyayangkan keterlambatan film ini. Walau umumnya mendapat sambutan positif, film ini mendapat kritik yang bercampur antara masih relevan atau tidaknya dengan kehidupan dan situasi Indonesia setelah era reformasi.
Film ini adalah sebuah puisi kesaksian dari para seniman Indonesia tentang masa represif rezim Orde Baru Soeharto. Sebuah masa yang banyak diwarnai dengan korupsi, kolusi, nepotisme, dan banyaknya penangkapan, penculikan, bahkan pembunuhan para aktivis yang tidak memiliki ideologi yang sama dengan pemerintah penguasa saat itu. Termasuk dalam orang-orang tadi adalah W.S. Rendra, seorang penyair yang harus keluar-masuk penjara karena karya-karyanya dianggap menyindir dan mengkritisi pemerintah. Seniman dan penyanyi Iwan Fals, Sawung Jabo, Jockie Surjoprajogo, dan Setiawan Djodi yang sering menyuarakan keadaan sosial masyarakat Indonesia pada saat itu juga harus berhadapan dengan kemungkinan pencekalan oleh pemerintah penguasa. Suara kesaksian para seniman tersebut ditumpahkan dalam konser akbar mereka, sebuah pertunjukan seni "Kantata Takwa".

    Film dibuka dengan adegan W.S. Rendra yang bermimpi tentang orang-orang yang berlari dikejar sekelompok orang yang mengenakan masker gas, bersepatu militer, mengenakan jas hujan dan menenteng senjata api laras panjang, seolah menggambarkan bagaimana represifnya situasi tersebut. "Aku mendengar suara..... Jerit makhluk terluka.... luka... luka.... Orang-orang harus dibangunkan... ", dilanjutkan alunan lagu "Kesaksian". Kemudian W.S. Rendra membacakan syair panjang yang berisi kritik tajam terhadap kondisi masyarakat dan pemerintahan.

    Adegan demi adegan kemudian dibentuk oleh dialog / monolog teater dan puisi yang disambung dengan lagu-lagu yang diambil dari album Kantata Takwa dan Swami I dan dibalut dengan cuplikan-cuplikan konser akbar "Kantata Takwa" tahun 1991 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Latar berpindah dari sebuah pedesaan yang damai ke pantai berpasir dengan angin menderu yang mengibarkan jilbab dan selendang sekelompok wanita, mengisi atmosfir dengan nuansa religius, ke latar orang-orang teater yang menari dengan mengenakan topeng mengerikan, kemudian sebuah adegan dialog antara Iwan Fals dan Sawung Jabo yang duduk bersila membicarakan kehidupan.

    Syair-syair W.S Rendra dan lagu-lagu dari "Kantata Takwa" dan "Swami" menyertai adegan demi adegan dalam film ini, diselingi dengan munculnya seorang tokoh wanita yang mengenakan busana jilbab (Clara Sinta Rendra), yang selalu hadir menjadi saksi tanpa kata-kata. W.S. Rendra akhirnya diadili oleh hakim dengan banyak wajah bertopeng, dan film mencapai adegan klimaks dalam eksekusi personil "Kantata" satu persatu oleh pasukan bermasker, dimana Jockie Surjoprajogo tewas dipukuli di rumahnya, Setiawan Djodi tewas dibekap dengan bantal saat tidur, Sawung Jabo tewas ditembak di sebuah jalan buntu, dan Iwan Fals dieksekusi dengan dicabut giginya satu persatu. Film diakhiri dengan perlawanan orang-orang desa melawan pasukan bermasker, hancurnya pasukan bermasker, dan ditutup dengan alunan lagu "Kesaksian".

Bagi teman teman yang ingin memesan film ini cukup hanya dengan Rp.200.000 (Blm termasuk ongkos kirim luar jakarta). Dan yang berminat silahkan memesan melalui email filmkantatatakwa@yahoo.com . Pengiriman akan menggunakan Tiki jadi dijamin cepat dalam masalah pengiriman.... Salam Damai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar